KEBIJAKAN
PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kebijakan Pendidikan dan Pembuatan
Keputusan
Yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd
Oleh
:
Ariq
Maulana 170131601098
Eva
Farahdiba 170131601076
Navira
Adya P. 170131601037
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGAM
STUDI S1 ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FEBRUARI
2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas
Kehadirat Allah swt, karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami
dimudahkan dalam mengerjakan makalah “Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang” ini dengan
tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas belajar dan pembelajaran, serta
memudahkan mahasiswa untuk memahami materi.Semoga makalah ini bermanfaat.
Apabila dalam penulisan dan penyusunan
makalah terdapat kekurangan atau kekeliruan yang tidak kami sengaja, kami mohon
untuk memberi kritik dan saran agar lebih sempurna dalam mengerjakan makalah
selanjutnya.
Malang, Febuari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah...................................................................................... 2
C.
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Pengertian Kebijakan Pendidikan.............................................................. 3
B.
Pengertian Negara Berkembang................................................................ 5
C.
Kebijaksanaan Pendidikan di Negara Berkembang .................................. 6
D.
Masalah Umum di Negara Berkembang.................................................... 8
BAB
III PENUTUP............................................................................................... 9
Kesimpulan.............................................................................................. 10
DAFTAR
RUJUKAN........................................................................................
11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara
yang sedang berkembang di ASEAN,menempatkan investasi di bidang pendidikan
sebagai salah satu prioritas kebijaksanaan-kebijaksanaan negaranya. Prioritas
yang antara lain diletakkan pada sektor pendidikan tersebut, didasari oleh
suatu keyakinan mendalam, bahwa perkembangan-perkembangan sektor-sektor lain
banyak ditentukan oleh variable pendidikan rakyatnya. Semenjak tahun 1960-an,
ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumandangkan dekade awal-awal
perkembangannya, masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh kebanyakan negara
berkembang, termasuk yang berada di kawasan ASEAN, ternyata belum dapat
terpecahkan.
Pertambahan
penduduk dunia sendiri secara demigrafis sulit diredakandan bahkan anehnya yang
demikian inilebih banyak terkonsentrasi di negara-negara berkembang termasuk
ASEAN. Dari jumlah penduduk 2500 jutajiwa tahun 1950, menjadi 4000 juta jiwa
dalam tahun 1975. Diproyeksikan , penduduk dunia pada tahun 2000 bisa mencapai
5800 juta jiwa dengan tetap di Negara-negara berkembang. Problema di bidang kependudukan
tersebut, masih juga dibarengi dengan keyataan belum terpecahkannya masalah mendasar
antara lain seperti kemiskinan, perumahan dan pendidikan. Upaya-upaya yang
dilakukan untuk memecahkannya sudah sering kali dilakukan, tetapi terpecahkannya
secara merata kepada seluruh atau sebagian besar masyarakat masihlah belum sesuai
dengan yang diharapkan. Problema-problema yang secara khusus berkaitan dengan kebijaksanaan
pendidikan meliputi: problema pokok bagi pengambil kebijaksanaan, problema khusus
yang dihadapi oleh perencana pendidikan dan problema-problema khusus yang
dihadapi oleh administrator pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari kebijakan pendidikan?
2.
Apa
pengertian dari negara berkembang?
3.
Bagaimana
kebijaksanaan pendidikan di negara berkembang?
4.
Apa masalah
umum di negara berkembang?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Mahasiswa
diharapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengankebijakan pendidikan
2.
Mahasiswa
diharapkan dapat mengetahui pengertian dari negara berkembang
3.
Mahasiswa
diharapkan dapat memahami kebijaksanaan pendidikan di negara berkembang
4.
Mahasiswa
diharapkan dapat memahami masalah umum di negara berkembang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kebijakan Pendidikan
Secara
etimologis kata kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy yang dibedakan
dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan.
Kata policy dapat pula dijumpai dalam bahasa-bahasa lain
seperti latin, yunani dan sankrit. Politadalam bahasa latin
berarti Negara. Polis dalam bahasa yunani berarti negara
kota. Pur dalam bahasa sanskrit berarti kota. Policiedalam
bahasa inggris berarti: mengurus masalah atau kepentingan umum atau juga
administrasi Negara.
Menurut
Supandi dalam buku
Imron (2008) dari beberapa kata yang tersebut menghasilkan tiga
jenis pengertian yang sekarang kita kenal, yaitu politic, policy dan polici. Politic berarti
seni dan ilmu pemerintahan, policy berarti hal-hal mengenai
kebijakan pemerintah, sedangkan policiberarti hal-hal yang
berkenaan dengan pemerintahan.Sedangkan secara terminologis istilah
kebijakan memiliki arti yang sangatberagam diantaranya: Menurut Ealau dan
Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku
yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari
yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu).
Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan,
menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented)
dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented).
Menurut
Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (dalam Gunawan,1986) kebijakan adalah
Prinsip atau cara bertindakyang dipilih untuk mengarahkan pengambilan
keputusan. Dalam uraian lengkapnya Dodik menekankan bahwa ada
hubungan segitiga antara kebijakan, kebijaksanaan dan
kebajikan. Artinya bahwa kebijakan yang bijaksana akan berakibat
pada kebajikan. Satu sudut yang satu dengan yang lain tidak boleh ada
yang timpang. Bila dikaitkan dengan kebijakan yang kita amati dalam
keseharian. Terdapat beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah,
namun hanya berlaku untuk satu golongan, sementara golongan tertentu,
karena ada unsur KKN kebijakan itu tidak berlaku. Bisa ditebak akan
terjadi ketimpangan dalampelaksanaannya. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH dalam
Pengantar Kebijaan Publik memberikan gambaran kebijakan yang
dikemukaan oleh PBB, menurut Widodo PBB memberikan definisi kebijakan
dengan pedoman untuk bertindak. Pedoman itu dapat sederhana atau komplek,
umum atau khusus. Luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atauterperinci,
publik atau privat kuaitatif atau kuantitatif. Ali Imron dalam bukunya
Kebijakan Pendidikan di Indonesia mengemukakanpengertian kebijakan dari
beberapa ahli, diantaranya:
1. Laswell (1970) , kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik yang terarah (a projected program of goals value and practies).
2. Anderson (1979), Kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan diakukan para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah. (a purposive corse of problem or matter of concern).
3. Helco (1977), memberiakan batasan kebijakan sebagai cara bertindak yang
sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
4. Amara Raksasa Taya (1976) memberikan batasan kebijakan sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
5. Friedrik (1963) memberikan batasan kebijaksanaan sebagai serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang, grup dan pemerintahan dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yangmemungkinkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan. (a proposes course of action of a person, group, or govermen with is given environment providing abtacles and aportunities with the policy was proposed to utilize on objective or purpose).
1. Laswell (1970) , kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik yang terarah (a projected program of goals value and practies).
2. Anderson (1979), Kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan diakukan para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah. (a purposive corse of problem or matter of concern).
3. Helco (1977), memberiakan batasan kebijakan sebagai cara bertindak yang
sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
4. Amara Raksasa Taya (1976) memberikan batasan kebijakan sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
5. Friedrik (1963) memberikan batasan kebijaksanaan sebagai serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang, grup dan pemerintahan dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yangmemungkinkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan. (a proposes course of action of a person, group, or govermen with is given environment providing abtacles and aportunities with the policy was proposed to utilize on objective or purpose).
Ali
Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan
bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V
Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational
policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai
dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional,
pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang
bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang
dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang
bersifat melembaga bisa tercapai.
Kebijakan
pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup
kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar
negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan
di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan
publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik
dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur
kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti
kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan hal yang aneh,ganti
menteri berganti kebijakan.
B.
Pengertian Negara Berkembang
Negara berkembang adalah sebuah negara dengan
rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan
indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global.
Istilah ini mulai menyingkirkan Dunia Ketiga, sebuah istilah yang digunakan
pada masa Perang Dingin.
Perkembangan mencakup perkembangan sebuah
infrastruktur modern (baik secara fisik maupun institusional) dan sebuah
pergerakan dari sektor bernilai tambah rendah seperti agrikultur dan
pengambilan sumber daya alam. Negara maju biasanya memiliki sistem ekonomi
berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menahan-sendiri.
Penerapan istilah 'negara berkembang' ke seluruh negara yang kurang berkembang
dianggap tidak tepat bila kasus negara tersebut adalah sebuah negara miskin,
yaitu Negara yang tidak mengalami pertumbuhan situasi ekonominya, dan juga
telah mengalami periode penurunan ekonomi yang berkelanjutan (Kadir, 1982).
C.
KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN DI NEGARA-NEGARA
BERKEMBANG
Kebijaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang
umumnya berasal dari warisan Kebijaksanaan pendidikan kaum kolonial. Dikatakan
demikian, oleh karena negara-negara berkembang pada saat baru pertama kali
merdeka belum sempat membangun kebijaksanaan pendidikannya sendiri berdasarkan
kebutuhan realistik rakyatnya. Kemerdekaan yang telah dicapai di bidang politik
tidak dengan sendirinya diikuti oleh kemerdekaan di bidang lainnya, lebih-lebih
dibidang pendidikan.
Achmad Icksan dalam
buku Tilaar (2002) mengidentifikasi ciri-ciri kebijaksanaan
pendidikan yang merupakan warisan kaum kolonial. Pertama, sifatnya yang
elastis, atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat dan
tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sebagian besar masyarakat.
Realitas demikian tampak mula-mula pada awal-awal kemerdekaan terutama dalam
hal kesempatan mendapatkan layanan pendidikan, meskipun pengejawantahannya
akhirnya lebih bersentuhan dengan persoalan mutu pendidikan. Tampak sekali,
bahwa layanan pendidikan yang bermutu, tetap dinikmati oleh kalangan terbatas,
sementara kalangan kebanyakan sekedar mendapatkan layanan pendidikan yang dari
segi kualitas sangat memprihatinkan. Keluhan mengenai mutu pendidikan yang
akhir-akhir ini pernah mencuat ke permukaan, agaknya dapat dilihat dari sudut
pandang ini.
Kedua, berorientasi sosio-ekonomik. Orientasi
sosio-ekonomik demikian, berkaitan erat dengan jaringan ekonomi internasional
di mana negara-negara maju berposisi sebagai sentranya sementara negara-negara
berkembang sekedar sebagai periferalnya. Dalam kedudukan sebagai periferalnya,
negara berkembang umumnya secara ekonomik masih tinggi tingkat dependensinya
terhadap negara maju. Bantuan-bantuan yang diberikan dalam bentuk pinjaman bagi
pelaksaan pendidikan di negara-negara berkembang, umumnya justru memperkukuh
dependensi tersebut. Jika secara ekonomik hal demikian masih bergantung dan
belum mandiri, maka dalam hal strategi pencapaian tujuan pendidikannya pun juga
masih tetap bergantung. Tidak jarang, pembaruan-pembaruan dibidang pendidikan,
umumnya dimulai dari negara maju, dan begitu dinegara maju sudah ditinggalkan,
baru mulai dan digalakkan dinegara-negara berkembang. Negara-negara berkembang
seolah-olah terombang-ambing oleh pasang surutnya, naik turunnya dan jaya
hancurnya konsep-konsep mengenai pendidikan dinegara-negara maju.
Ketiga, liberal, rasional, individual, achievemant
oriented dan siasial alienated. Ciri-ciri pendidikan demikian, umumnya berbeda
dan bahkan berlawanan dengan ciri-ciri masyarakat dan nilai-nilai yang
berkembang dinegara-negara berkembang. Pendidikannya liberal, padahal
masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai kolektivisme, pendidikannya
menanamkan rasionalitas, padahal masyarakat negara-negara berkembang banyak
juga mempunyai budaya-budaya yang tidak saja mengembangkan rasionalitas
melainkan segi-segi emosional dan batiniah, pendidikannya individual padahal
masyarakatnya menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial dan gotong royong,
pendidikannya achievement oriented secara sempit sekadar prestasi akademik di
kelas.
Keempat, tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat.
Hal demikian sangat memprihatinkan, oleh karena pendidikan pada dasarnya adalah
pewarisan budaya dari generasi sebelumnya kepada generasi sesudahnya atau
penerusnya. Oleh karena tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat, maka para
siswanya bisa mengalami keterasingan budaya.
Kelima, berorientasi pada masyarakat kota. Ini juga
sangat memprihatinkan mengingat sebagian besar wilayah negara-negara berkembang
justru terdiri dari pedesaan. Orientasi ke kota demikian, lambat atau cepat,
langsung maupun tidak langsung, bisa menjadikan penyebab lulusan-lulusan
pendidikan lebih tertarik dengan kehidupan kota ketimbang bangga membangun
desanya. Tingginya angka perpindahan penduduk ke kota-kota besar, yang langsung
menimbulkan efek-efek samping sosial, agaknya juga dapat dilihat dari sudut
pandang ini.
D.
Masalah Umum Di Negara Berkembang
Menurut Kadir (1982)
Beberapa masalah dan kesulitan dalam uraian pokok secara garis besar adalah
sebagai berikut:
1.
Kurangnya guru yang kualifaid. Beberapa Negara
terbelakang sangat sedikit orang-orang yang memiliki pendidikan cukise social
up menjadi guru yang kompeten, karena mereka menempati jabatan-jabatan diluar
bidang pengajaran dengan gaji dan prestise social yang tinggi. Sejak
negara-negara terbelakang melakukan ekspansi pendidikan, maka harus berusaha
mendapatkan guru-guru dari Negara maju. Walaupun hal itu bertentangan dengan
watak nasionalistis,namun tampaknya itu merupakan satu-satunya jalan keluar.
2.
Kegagalan
sekolah dalam memelihara siswa sebenarnya sekolah-sekolah dasar kurang efektif
dalam menunjang gerak pembangunan, jika impaknya tidak tebukti dalam periode
waktu yang pantas. Cita-cita sekolah pada mulanya sukar meresap dan beberapa
factor kerja menghalanginya. Anak mungkin merupakan suat keuntungan ekonomi
bagi orang tua, dan sekolah. Rupa-rupanya dianggap sebagai suatu ancaman
terhadap kenyataan keuntungan ini:atau orang tua kuatis, bahwa ilmu pengetahuan
dan ide-ide baru itu bias mengasingkan anak dari kebiasaan-kebiasaan tradisional
keluarga. Agar efektif sekolah-sekolah itu dihadiri secara teratur dan
bersemangat, sekolah itu harus menjadi tempat yang menyenangkan dan
menguntungkan hal ini merupakan suatu kondisi yang tidak biasa ditemui dinegara
miskin.
3.
Keadaan
kurikulum yang tidak sesuai permasalahn dasar kurikulum pada jenjang
pra-universitas meliputi sekitar perluasan penyesuaian budaya,
pendaherahan(loklisasi), dan penjuruhan (vokasionalisasi) kurikulum.
4.
Ketimpangan
kemajuan desa dan kota. Didunia terbelakang terapat jurang perbedaan yang
lebar, yaitu kesenangan, kekayaan, kegembiraan, dan tebaran kelayakan terdapat
di beberapa puasat kota dan didesa atau tribal areas keterbelakangan meluas.
Perbedaan yang kontras antara gedung-gedung modern, jalan-jalan raya,
transportasi dan aktivitas budaya disebagian kota besar dan desa itu mengundang
gaya tarik wisatawan yang mengunjungi Negara yang kurang maju itu.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara
etimologis kata kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy yang dibedakan
dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan.
Kata policy dapat pula dijumpai dalam bahasa-bahasa lain
seperti latin, yunani dan sankrit. Politadalam bahasa latin
berarti Negara. Polis dalam bahasa yunani berarti negara
kota. Pur dalam bahasa sanskrit berarti kota. Policiedalam
bahasa inggris berarti: mengurus masalah atau kepentingan umum atau juga
administrasi Negara.
Negara berkembang adalah sebuah negara dengan
rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan
indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global.
Istilah ini mulai menyingkirkan Dunia Ketiga, sebuah istilah yang digunakan
pada masa Perang Dingin.
DAFTAR
RUJUKAN
Gunawan, Ary H.1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Imron, Ali. 2008. Kebijakan
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Kadir, Sardjan. 1982. Pendidikan di Negara sedang Berkembang. Surabaya: Usaha Nasional.
Tilaar, H.A.R.2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rienika Cipta.
Sutapa, M. 2008. Kebijakan Pendidikan
dalam Prespektif Kebijakan Publik. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri
Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment