Sunday, November 24, 2019

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG

Link Download

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI NEGARA BERKEMBANG

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kebijakan Pendidikan dan Pembuatan Keputusan
Yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ali Imron, M.Pd

Oleh :

Ariq Maulana                                            170131601098
Eva Farahdiba                                           170131601076
Navira Adya P.                                         170131601037
















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGAM STUDI S1 ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FEBRUARI 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah swt, karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dimudahkan dalam mengerjakan makalah “Kebijakan Pendidikan di Negara Berkembang” ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas belajar dan pembelajaran, serta memudahkan mahasiswa untuk memahami materi.Semoga makalah ini bermanfaat.
Apabila dalam penulisan dan penyusunan makalah terdapat kekurangan atau kekeliruan yang tidak kami sengaja, kami mohon untuk memberi kritik dan saran agar lebih sempurna dalam mengerjakan makalah selanjutnya.



Malang, Febuari 2019


Penulis
  




Text Box: i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.           Latar Belakang........................................................................................... 1
B.            Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C.            Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.           Pengertian Kebijakan Pendidikan.............................................................. 3
B.            Pengertian Negara Berkembang................................................................ 5
C.            Kebijaksanaan Pendidikan di Negara Berkembang .................................. 6
D.           Masalah Umum di Negara Berkembang.................................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................... 9
Kesimpulan.............................................................................................. 10
DAFTAR RUJUKAN........................................................................................ 11




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Negara-negara yang sedang berkembang di ASEAN,menempatkan investasi di bidang pendidikan sebagai salah satu prioritas kebijaksanaan-kebijaksanaan negaranya. Prioritas yang antara lain diletakkan pada sektor pendidikan tersebut, didasari oleh suatu keyakinan mendalam, bahwa perkembangan-perkembangan sektor-sektor lain banyak ditentukan oleh variable pendidikan rakyatnya. Semenjak tahun 1960-an, ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengumandangkan dekade awal-awal perkembangannya, masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh kebanyakan negara berkembang, termasuk yang berada di kawasan ASEAN, ternyata belum dapat terpecahkan.
Pertambahan penduduk dunia sendiri secara demigrafis sulit diredakandan bahkan anehnya yang demikian inilebih banyak terkonsentrasi di negara-negara berkembang termasuk ASEAN. Dari jumlah penduduk 2500 jutajiwa tahun 1950, menjadi 4000 juta jiwa dalam tahun 1975. Diproyeksikan , penduduk dunia pada tahun 2000 bisa mencapai 5800 juta jiwa dengan tetap di Negara-negara berkembang. Problema di bidang kependudukan tersebut, masih juga dibarengi dengan keyataan belum terpecahkannya masalah mendasar antara lain seperti kemiskinan, perumahan dan pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memecahkannya sudah sering kali dilakukan, tetapi terpecahkannya secara merata kepada seluruh atau sebagian besar masyarakat masihlah belum sesuai dengan yang diharapkan. Problema-problema yang secara khusus berkaitan dengan kebijaksanaan pendidikan meliputi: problema pokok bagi pengambil kebijaksanaan, problema khusus yang dihadapi oleh perencana pendidikan dan problema-problema khusus yang dihadapi oleh administrator pendidikan.

Text Box: 1
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari kebijakan pendidikan?
2.      Apa pengertian dari negara berkembang?
3.      Bagaimana kebijaksanaan pendidikan di negara berkembang?
4.      Apa masalah umum di negara berkembang?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengankebijakan pendidikan
2.      Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui pengertian dari negara berkembang
3.      Mahasiswa diharapkan dapat memahami kebijaksanaan pendidikan di negara berkembang
4.      Mahasiswa diharapkan dapat memahami masalah umum di negara berkembang 





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kebijakan Pendidikan
Secara etimologis kata kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kata policy dapat pula dijumpai dalam bahasa-bahasa lain seperti latin, yunani dan sankrit. Politadalam bahasa latin berarti Negara. Polis dalam bahasa yunani berarti negara kota. Pur dalam bahasa sanskrit berarti kota. Policiedalam bahasa inggris berarti: mengurus masalah atau kepentingan umum atau juga administrasi Negara.
Menurut Supandi dalam buku Imron (2008) dari beberapa kata yang tersebut menghasilkan tiga jenis pengertian yang sekarang kita kenal, yaitu politic policy dan polici Politic berarti seni dan ilmu pemerintahan, policy berarti hal-hal mengenai kebijakan pemerintah, sedangkan policiberarti hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan.Sedangkan secara terminologis istilah kebijakan memiliki arti yang sangatberagam diantaranya: Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu. Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented).
Menurut Dr. Dodik Ridho Nurrochmat (dalam Gunawan,1986) kebijakan adalah Prinsip atau cara bertindakyang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Dalam uraian lengkapnya Dodik menekankan bahwa ada hubungan segitiga antara kebijakan, kebijaksanaan dan kebajikan. Artinya bahwa kebijakan yang bijaksana akan berakibat pada kebajikan. Satu sudut yang satu dengan yang lain tidak boleh ada yang timpang. Bila dikaitkan dengan kebijakan yang kita amati dalam keseharian. Terdapat beberapa kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, namun hanya berlaku untuk satu golongan, sementara golongan tertentu, karena ada unsur KKN kebijakan itu tidak berlaku. Bisa ditebak akan terjadi ketimpangan dalampelaksanaannya. Tri Widodo Wahyu Utomo, SH dalam Pengantar Kebijaan Publik memberikan gambaran kebijakan yang dikemukaan oleh PBB, menurut Widodo PBB memberikan definisi kebijakan dengan pedoman untuk bertindak. Pedoman itu dapat sederhana atau komplek, umum atau khusus. Luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atauterperinci, publik atau privat kuaitatif atau kuantitatif. Ali Imron dalam bukunya Kebijakan Pendidikan di Indonesia mengemukakanpengertian kebijakan dari beberapa ahli, diantaranya:
1.      Laswell (1970) , kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik yang terarah (a projected program of goals value and practies).
2.      Anderson (1979), Kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan diakukan para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah. (a purposive corse of problem or matter of concern).
3.      Helco (1977), memberiakan batasan kebijakan sebagai cara bertindak yang
sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
4.      Amara Raksasa Taya (1976) memberikan batasan kebijakan sebagai suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
5.      Friedrik (1963) memberikan batasan kebijaksanaan sebagai serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang, grup dan pemerintahan dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yangmemungkinkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan. (a proposes course of action of a person, group, or govermen with is given environment providing abtacles and aportunities with the policy was proposed to utilize on objective or purpose).

Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan Negara. Carter V Good (1959) memberikan pengertian kebijakan pendidikan (educational policy) sebagai suatu pertimbangan yang didasarkan atas system nilai dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengopersikan pendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut merupakan perencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan, agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai.
Kebijakan pendidikan sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada dalam lingkup kebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar negeri, keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan publik maka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik dalam dan luar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti alur kebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat pula mengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan hal yang aneh,ganti menteri berganti kebijakan.

B.     Pengertian Negara Berkembang
Negara berkembang adalah sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global. Istilah ini mulai menyingkirkan Dunia Ketiga, sebuah istilah yang digunakan pada masa Perang Dingin.
Perkembangan mencakup perkembangan sebuah infrastruktur modern (baik secara fisik maupun institusional) dan sebuah pergerakan dari sektor bernilai tambah rendah seperti agrikultur dan pengambilan sumber daya alam. Negara maju biasanya memiliki sistem ekonomi berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menahan-sendiri. Penerapan istilah 'negara berkembang' ke seluruh negara yang kurang berkembang dianggap tidak tepat bila kasus negara tersebut adalah sebuah negara miskin, yaitu Negara yang tidak mengalami pertumbuhan situasi ekonominya, dan juga telah mengalami periode penurunan ekonomi yang berkelanjutan (Kadir, 1982).
C.    KEBIJAKSANAAN PENDIDIKAN DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Kebijaksanaan pendidikan di negara-negara berkembang umumnya berasal dari warisan Kebijaksanaan pendidikan kaum kolonial. Dikatakan demikian, oleh karena negara-negara berkembang pada saat baru pertama kali merdeka belum sempat membangun kebijaksanaan pendidikannya sendiri berdasarkan kebutuhan realistik rakyatnya. Kemerdekaan yang telah dicapai di bidang politik tidak dengan sendirinya diikuti oleh kemerdekaan di bidang lainnya, lebih-lebih dibidang pendidikan.
Achmad Icksan dalam  buku Tilaar (2002)  mengidentifikasi ciri-ciri kebijaksanaan pendidikan yang merupakan warisan kaum kolonial. Pertama, sifatnya yang elastis, atau lebih banyak memberikan kesempatan kepada sekecil masyarakat dan tidak lebih banyak memberikan kesempatan kepada sebagian besar masyarakat. Realitas demikian tampak mula-mula pada awal-awal kemerdekaan terutama dalam hal kesempatan mendapatkan layanan pendidikan, meskipun pengejawantahannya akhirnya lebih bersentuhan dengan persoalan mutu pendidikan. Tampak sekali, bahwa layanan pendidikan yang bermutu, tetap dinikmati oleh kalangan terbatas, sementara kalangan kebanyakan sekedar mendapatkan layanan pendidikan yang dari segi kualitas sangat memprihatinkan. Keluhan mengenai mutu pendidikan yang akhir-akhir ini pernah mencuat ke permukaan, agaknya dapat dilihat dari sudut pandang ini.
Kedua, berorientasi sosio-ekonomik. Orientasi sosio-ekonomik demikian, berkaitan erat dengan jaringan ekonomi internasional di mana negara-negara maju berposisi sebagai sentranya sementara negara-negara berkembang sekedar sebagai periferalnya. Dalam kedudukan sebagai periferalnya, negara berkembang umumnya secara ekonomik masih tinggi tingkat dependensinya terhadap negara maju. Bantuan-bantuan yang diberikan dalam bentuk pinjaman bagi pelaksaan pendidikan di negara-negara berkembang, umumnya justru memperkukuh dependensi tersebut. Jika secara ekonomik hal demikian masih bergantung dan belum mandiri, maka dalam hal strategi pencapaian tujuan pendidikannya pun juga masih tetap bergantung. Tidak jarang, pembaruan-pembaruan dibidang pendidikan, umumnya dimulai dari negara maju, dan begitu dinegara maju sudah ditinggalkan, baru mulai dan digalakkan dinegara-negara berkembang. Negara-negara berkembang seolah-olah terombang-ambing oleh pasang surutnya, naik turunnya dan jaya hancurnya konsep-konsep mengenai pendidikan dinegara-negara maju.
Ketiga, liberal, rasional, individual, achievemant oriented dan siasial alienated. Ciri-ciri pendidikan demikian, umumnya berbeda dan bahkan berlawanan dengan ciri-ciri masyarakat dan nilai-nilai yang berkembang dinegara-negara berkembang. Pendidikannya liberal, padahal masyarakatnya menjunjung tinggi nilai-nilai kolektivisme, pendidikannya menanamkan rasionalitas, padahal masyarakat negara-negara berkembang banyak juga mempunyai budaya-budaya yang tidak saja mengembangkan rasionalitas melainkan segi-segi emosional dan batiniah, pendidikannya individual padahal masyarakatnya menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial dan gotong royong, pendidikannya achievement oriented secara sempit sekadar prestasi akademik di kelas.
Keempat, tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat. Hal demikian sangat memprihatinkan, oleh karena pendidikan pada dasarnya adalah pewarisan budaya dari generasi sebelumnya kepada generasi sesudahnya atau penerusnya. Oleh karena tidak berakar pada tradisi dan budaya setempat, maka para siswanya bisa mengalami keterasingan budaya.
Kelima, berorientasi pada masyarakat kota. Ini juga sangat memprihatinkan mengingat sebagian besar wilayah negara-negara berkembang justru terdiri dari pedesaan. Orientasi ke kota demikian, lambat atau cepat, langsung maupun tidak langsung, bisa menjadikan penyebab lulusan-lulusan pendidikan lebih tertarik dengan kehidupan kota ketimbang bangga membangun desanya. Tingginya angka perpindahan penduduk ke kota-kota besar, yang langsung menimbulkan efek-efek samping sosial, agaknya juga dapat dilihat dari sudut pandang ini.



D.    Masalah Umum Di Negara Berkembang
Menurut Kadir (1982) Beberapa masalah dan kesulitan dalam uraian pokok secara garis besar adalah sebagai berikut:
1.      Kurangnya guru yang kualifaid. Beberapa Negara terbelakang sangat sedikit orang-orang yang memiliki pendidikan cukise social up menjadi guru yang kompeten, karena mereka menempati jabatan-jabatan diluar bidang pengajaran dengan gaji dan prestise social yang tinggi. Sejak negara-negara terbelakang melakukan ekspansi pendidikan, maka harus berusaha mendapatkan guru-guru dari Negara maju. Walaupun hal itu bertentangan dengan watak nasionalistis,namun tampaknya itu merupakan satu-satunya jalan keluar.
2.      Kegagalan sekolah dalam memelihara siswa sebenarnya sekolah-sekolah dasar kurang efektif dalam menunjang gerak pembangunan, jika impaknya tidak tebukti dalam periode waktu yang pantas. Cita-cita sekolah pada mulanya sukar meresap dan beberapa factor kerja menghalanginya. Anak mungkin merupakan suat keuntungan ekonomi bagi orang tua, dan sekolah. Rupa-rupanya dianggap sebagai suatu ancaman terhadap kenyataan keuntungan ini:atau orang tua kuatis, bahwa ilmu pengetahuan dan ide-ide baru itu bias mengasingkan anak dari kebiasaan-kebiasaan tradisional keluarga. Agar efektif sekolah-sekolah itu dihadiri secara teratur dan bersemangat, sekolah itu harus menjadi tempat yang menyenangkan dan menguntungkan hal ini merupakan suatu kondisi yang tidak biasa ditemui dinegara miskin.
3.      Keadaan kurikulum yang tidak sesuai permasalahn dasar kurikulum pada jenjang pra-universitas meliputi sekitar perluasan penyesuaian budaya, pendaherahan(loklisasi), dan penjuruhan (vokasionalisasi) kurikulum.
4.      Ketimpangan kemajuan desa dan kota. Didunia terbelakang terapat jurang perbedaan yang lebar, yaitu kesenangan, kekayaan, kegembiraan, dan tebaran kelayakan terdapat di beberapa puasat kota dan didesa atau tribal areas keterbelakangan meluas. Perbedaan yang kontras antara gedung-gedung modern, jalan-jalan raya, transportasi dan aktivitas budaya disebagian kota besar dan desa itu mengundang gaya tarik wisatawan yang mengunjungi Negara yang kurang maju itu.






BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Secara etimologis kata kebijakan disepadankan dengan kata bahasa Inggris policy yang dibedakan dari kata wisdom yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Kata policy dapat pula dijumpai dalam bahasa-bahasa lain seperti latin, yunani dan sankrit. Politadalam bahasa latin berarti Negara. Polis dalam bahasa yunani berarti negara kota. Pur dalam bahasa sanskrit berarti kota. Policiedalam bahasa inggris berarti: mengurus masalah atau kepentingan umum atau juga administrasi Negara.
Negara berkembang adalah sebuah negara dengan rata-rata pendapatan yang rendah, infrastruktur yang relatif terbelakang, dan indeks perkembangan manusia yang kurang dibandingkan dengan norma global. Istilah ini mulai menyingkirkan Dunia Ketiga, sebuah istilah yang digunakan pada masa Perang Dingin.

       




DAFTAR RUJUKAN

Gunawan, Ary H.1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Imron, Ali. 2008. Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Kadir, Sardjan. 1982. Pendidikan di Negara sedang Berkembang. Surabaya: Usaha Nasional.
Tilaar, H.A.R.2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rienika Cipta.
Sutapa, M. 2008. Kebijakan Pendidikan dalam Prespektif Kebijakan Publik. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta.


No comments:

Post a Comment

Galeri Foto